Kamis, 09 September 2010

"Oh Keyeng Oh Suryanto"


Kartini tahun 1994. saat itu saya saya masih duduk dibangku taman kanak-kanak (TK Makarti Jaya). Seingat saya hari itu adalah hari selasa, saya berangkat ke sekolah pagi jam 7.00, setiba disekolah seperti hari-hari biasanya, kami melakukan SKJ bersama para guru kami, lalu masuk kelas, dikelas kami diajar bernyanyi, menggambar, menenal anka dan huruf, ada pelajaran moral.
Saat itu kelas baru berlangsung sekitar 45 menit, tiba-tiba perut saya mules karena alam telah memangil. Salah satu teman saya, “Suryanto”  saat itu dia dipanggil dengan nama “ Keyeng” entah kenapa kok dia juga merasakan hal yang sama. Kemudian,
Bu guru,
ya, kenapa Keyeng ? jawab ibu guru Sundari,
  “saya mau e’ekh, bu,. #@
#! Mukanya dikerutkan karena nahan sakitnya.
Ibu guru : ealah…? Trus pye iki ? ya sudah kamu kerumahnya bu Suni saja sana, bilang numpang jambannya.
Oya, kebetulan saat itu sekolah TK saya tidak ada toiletnya.

Saya       : “bu guru,saya juga pengen beol…”
Ibu guru : lah, koe meneh Eli..!?#@ ya sudah cepat sana jalan sama Keyeng, hati-hati ya dijalan.
Saya & Keyeng : ya bu guru.

Suryanto adalah teman satu komplek juga dengan saya. Ibu Suni adalah pemilik salah satu kios yang ada di dekat sekolah kami yang jaraknya sekitar 2menil langkah kami anak-anak. Kamipun jalan bersama, ada jembatan kayu yang harus kami lalui, saat melintasi jembatan tersebut tiba-tiba,
Keyeng   : “Aduu..uh, ehss…, El, ngejrot neng kene wae yok, gak tahan ki”
Keying langsun turun menuju kolong jembatan itu, sayapun mengikutinya. Sesampainya di bawah kolong jembatan kamipun lekas membuka celana.
Jiach …! Keying teryata kena diare, dia mencret sampai-sampai celananya kena kotorannya.

asu…, katokku gupak tai El, piye iki.?”
Saya       : “emboh, ich, nggilani keying iki,”

Rupanya Keyeng tidak kehabisan akal, dia mencuci bagian yang kotor itu. Sudah otomatis celananya basah. Selesai kamipun keluar dan naik ke atas. Waktu saya hendak kembali kekelas, keyeng ini diam aja di jembatan.

ayok Yeng, enthangan”
keyeng    : “ aku muleh aelah, teles ki katokku. Ayok balek wes..”
kami tawar menawar dan akhirnya kami sepakat pulang. Kamipun langsung berlarian (80105 = bolos). Baru brapa menit lari, “ Eli, sek mandek. Wetengku loro eneh. Nang enthi iki njejrot’e ?”
saat itu kami berada disebuah kolam (bendali), “rono, neng bendali ae”. Diapun menuji kolam.
Selesai. Kami pun berlarian lagi.

Nah, sampai..lah di satu jalan yang di apit 2 lahan kosong (sekarang adalah milik keluarga saya),
el, lewat kene wae, luweh cepet, daripada menggok-menggok maneh”
Saya       : akh, males akh, thalane rungkut ngono, neng kono enek sumure, engko jatuh lagi.
               “alah, ora =ora.”
Tanpa menghiraukan perkataanku diapun lari sambil berjingkrak kecil.
“Sroookh… bruukh plook…… kocekkckckececk,
Ngaaaaa……waaa… mak’e.,,,, tuulong….

Akhirnya kejadian, diapun tergelincir dan masuk dalam sumur. Saya langsung menghampiri dan melihat kearahg sumur tua itu.

Saya melihat dia menangis, mengerang kesakitan dan lagi dibagian dinding sumur ada seperti lubang  sebesar ember kecil, yang mana didalamnya ada seekor ular berbisa. Tapi adalah oleh kasih karunia TUHAN, ular tersebut hanya diam saja. Saayapun mencari bantuan.

Tidak jauh dari situ, hanya berjarak 30meteran adarumah milik keluarga Pak Senen. Setibanya di rumah itu saya mendapati seorang wanita tua yang sedang membuat tapai singkong, Mbah Mi namanya.
“Mbah Mi, koncoku kecebur sumur,,”
               Mbah Mi : Opo..! sapiku mlebu sumur?
“keyeng, anake bek Rohani mlebu sumuur mbah,,,,!
               Mbah Mi : “yak aloh gusti pangeran,, anak’e sapi jek cilek juga.”  ….Nen, Senen. Anak’e sapi mu kui kecemplung sumur.

Saya mau jlaskan lagitapi Pak senen langsung reflek menuju sumur.
Kamipun berlarian.

Pak Senen : ”wah…! Mbok’e ini bagaimana, anak orang dibilang anak sapi!
Mbah Mi : “ la wong krunguku anak sapi kok.”

Seingat saya ada seorang muda saat itu, karena tidak mendapat tali, dan tidak ada kayu bagus akhirnya ia membawa kayu yang ada paku di beberapa bagiannya. Mereka mengulurkan kayu itu ke Keyeng, disuruhnya memegang erat-erat kayu itu. Sesekali ular didalam lubang itu mengeluarkan kepalanya. Karena sumurnya tidak terlalu dalam, dalam beberapa menit kemudian keyeng berhasil dikeluarkan dari jurang maut… hahahaaaaa.
Keyeng,,,, keyeng.
Kemudian keyeng di beri pertolongan pertama dirumah Pak Senen, disuruhnya saya pulang untuk sekalian memberi kabar kepada keluarganya Keyeng.
Kemudian setelah itu saya tidak ingat dan tida tahu lagi, dan sore harinya saya sudah mendapatinya terbaring dirumahnya sendiri.
Kesokan harinya saya dan beberapa teman yang lainnya di panggil kerumahnya Keyeng Untuk menyantap Jenang Abang (bubur beras yang dimasak dengan santan dan gula merah) sebagai ucapan syukur atas slamatnya sahabatku Keyeng.

Tidak ada komentar: